Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah kegiatan penelitian dibidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan interprestasi hasil penelitian. Kesemuanya ini ditujukan untuk masukan pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan p[engambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.
Tujuan Riset Pemasaran:
- Mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara obyektif kenyataan yang ada.
- Bebas dari pengaruh keinginan pribadi ( political biases ). “ Find it and tell if like it is “.
Studi tentang riset pemasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Riset dasar
dikenal juga sebagai riset murni atau riset fundamental yang bertujuan memperluas batas-batas pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan aspek-aspek system pemasaran. Selama ini hanya sedikit perhatian yang dicurahkan terhadap bagaimana pengetahuan tsb digunakan dalam proses manajemen pemasaran.
Riset terapan
bertujuan membantu para manajer mengambil keputusan yang lebih baik. riset terapan ini diarahkan kesituasi organisasi yang spesifik dan pelaksanaannya dibimbing oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam proses pengambilan keputusan.
Proyek riset pemasaran formal dapat dipandang sebagai seperangkat langkah yang disebut proses riset. Untuk melaksanakan proyek riset secara efektif diperlukan antisipasi terhadap seluruh langkah proses riset dan memahami saling ketergantungannya. sembilan langkah-langkah dalam proses riset yaitu :
1. Menetapkan kebutuhan akan informasi
2. menentukan sasaran riset dan kebutuhan akan informasi
3. menentukan sumber data
4. mengembangkan bentuk pengumpulan data
5. merancang sample
6. mengumpulkan data
7. mengolah data
8. menganalisis data
9. menyajikan hasil riset
Ada empat sumber utama dari data pemasaran :
1. responden
2. situasi analogis
3. eksperimentasi
4. data sekunder
Setelah sasaran penelitian ditetapkan dan kebutuhan informasi didaftar dengan terinci langkah selanjutnya adalah menentukan dari mana sumber data diperoleh.
Keterangan atau ilustrasi mengenai sesuatu hal bias berbentuk kategori, misalnya : rusak, baik, senang, puas, berhasil, gagal, dsb, atau bias berbentuk bilangan. Kesemuanya ini dinamakan data atau lengkapnya data statistik.
Data menurut bentuknya dapat dikatergorikan sbb:
1. Data yang berbentuk bilangan disebut data kuantitatif, harganya berubah-ubah atau bersifat variable.
Dari nilainya, dikenal dua golongan data kuantitatif ialah :
- data diskrit yaitu data dengan variable diskrit
- data kontinu yaitu data dengan variable kontinu
2. data yang dikategorikan menurut lukisan kualitas obyek yang dipelajari adalah data kualitatif. sehingga golongan ini dikenal pula dengan nama atribut. Misalnya: sembuh, rusak, gagal, berhasil, dsb.
Menurut sumbernya data dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
1. data intern
adalah data data yang bersumber dari dalam perusahaan. Pengusaha mencatat segala aktivitas perusahaannya sendiri, misalnya: keadaan pegawai, pengeluaran, keadaan barang di gudang, hasil jualan, keadaan produksi pabriknya dan lain-lain aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan itu.
2. data ekstern
adalah data yang bersumber dari luar perusahaan. suber data ekstern mencakup laporan riset komersial, majalah bisnis, laporan industri, laporan pemerintah, dsb.
Data ekstern dapat digolongkan atas dua bagian:
+ data ekstern primer atau data primer
data primer merupakan data yang dikeluarkan dan dikumpulkan oleh badan yang sama untuk kebutuhan riset yang sedang berjalan.
+ data ekstern sekunder atau data sekunder
data sekunder merupakan data yang sudah dipublikasikan untuk konsumsi umum
PROSES RISET PEMASARAN
mendefinisikan masalah & sasaran riset
di lanjutkan ke
mengembangkan rencana riset
di lanjutkan ke
mengumpulkan informasi
di lanjutkan ke
menganalisa informasi
di lanjutkan ke
menyajikan hasil temuan
referensi :http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/manajemen-pemasaran/riset-pemasaran
Selasa, 29 Desember 2009
CITRA PRODUK
Citra produk merupakan persepsi masya-rakat terhadap produk yang
dihasilkan per-usahaan. Citra produk dibangun agar menjadi postitif di
mata publik, baik publik yang telah menggunakan produk itu maupun potensial customer
yang hendak dibidik agar mengkon-sumsi produk tersebut. Manakala citra
suatu merek produk telah menancap dalam pikiran konsumen, maka pada
saat dia mempunyai rencana untuk membeli barang sejenis produk tersebut
, yang pertama kali muncul dalam ingatan adalah merek produk yang sudah
tertancap di pikirannya . Sehingga secara reflek mereka membelinya.
Produsen sabun menggunakan bin-tang-bintang film
terkenal yang cantik untuk mempromosikan produknya. Harapannya adalah
publik mempersepsikan sabun pro-duknya dikonsumsi oleh bintang-bintang
film itu. produsen jamu menggunakan seorang
tokoh intelektual terkenal untuk mencitrakan konsumen penggunanya.
Produsen pelumas mempergunakan figur pembalap mobil formula sebagai
ikon untuk membagun citra produknya.
Pada era kompetisi semua perusahaan berlomba-lomba membangun
citra produknya. Sekali citra produk mengalami kecelakaan tergelincir
jatuh maka diperlukan ‘perjuangan’’ yang jauh lebih mahal untuk
mengangkatnya kembali. Kecelakaan bisa disebabkan dari dalam maupun
serangan dari luar. Beberapa minggu yang lalu ketika sebuah LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) mengeluarkan hasil penelitiannya bahwa
banyak minuman isotonik pengganti ion tubuh yang beredar di
Indonesia mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, maka
ramai-ramailah perusa-haan penghasil minuman isotonik itu pasang iklan
besar-besar di media massa untuk ”mela-wan” dan meyakinkan publik bahwa produk-nya aman untuk dikonsumsi.
Iklan untuk Mempertahankan atau Memperbaiki Citra Produk
setelah sedikit memahami tentang bagaimana dan sejauhmana efek iklan bekerja,
maka pembahasan kali ini seputar iklan yang berguna untuk
mempertahankan atau bahkan memperbaiki citra produk. Mengapa hal itu
perlu diperhatikan, sebab citra merupakan salah satu faktor keberhasilan sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya, baik berupa barang maupun jasa.
Kita tentu masih ingat kasus yang menimpa sebuah produk biskuit, yang
pernah menjadi berita besar. Dimana biskuit yang sebenarnya cukup
dikenal masyarakat itu, diduga pernah tercemar oleh bahan berbahaya
(racun). Bahkan ada sejumlah korban yang harus dilarikan ke rumah
sakit, lantaran mengkonsumsi makanan tersebut. Untungnya pemerintah
segera melakukan tindakan, supaya dampak yang ditimbulkan tidak makin
meluas. Antara lain menghentikan sementara proses produksi di
perusahaan pembuat biskuit ini.
Melihat kasus itu, maka setelah sekian tahun lamanya, jelas produsen
biskuit yang sempat bermasalah tersebut tidak mendapat kepercayaan
konsumen. Karena masyarakat masih takut, jika memakan biskuit ini maka
akan keracunan. Upaya yang harus dilakukan, antara lain menerapkan
strategi promosi yang lebih intens dibanding sebelumnya. Dengan harapan
mampu menumbuhkan kembali kepercayaan konsumen, agar mau mengkonsumsi
produk yang dihasilkan. Apabila produsen biskuit tersebut tidak mau
berusaha memperbaiki citra produknya, maka lama-kelamaan konsumen akan
meninggalkannya. Apalagi belakangan muncul produk sejenis, tentunya
dengan kualitas lebih bagus, harga bersaing, kemasan menarik, kandungan
mineral atau vitamin yang banyak dan sebagainya.
Terlepas dari
contoh di atas, sebenarnya iklan memang dapat dipakai untuk
mempertahankan atau memperbaiki citra produk, atau bahkan perusahaan
itu sendiri. Tidak hanya sekadar memperkenalkan (launching) produk
baru, baik barang maupun jasa. Karena yang melihat citra produk bagus
atau tidak bukanlah produsen, tapi justru konsumen atau masyarakat yang
menjadi target group (market) produk tersebut. Seandainya sebuah produk
baik, maka produsen sudah memiliki satu poin supaya konsumen tertarik
membelinya. Kemudian baru pertimbangan harga, perbandingan dengan
produk sejenis, manfaat, kemasan dan lain-lain. Namun sebaliknya, jika
sebuah produk sudah dicap jelek apalagi “bermasalah,” maka konsumen
perlahan-lahan akan menjauhinya. Sehingga jangan kaget jika produk itu
tidak laku di pasaran.
Di sisi lain, pemasangan iklan sebuah produk
hendaknya disesuaikan dengan media massanya. Misal, produk kecantikan
dan alat-alat rumah tangga sangat tepat dimuat di majalah khusus
wanita. Namun demikian, media massa cetak lokal pun sebenarnya bisa
dipakai, tapi dalam salah satu halamannya harus ada berita yang memuat
kehidupan atau tren wanita masa kini. Artinya, segmentasi pasar dengan
target group yang ingin dicapai oleh produsen benar-benar tepat sasaran.
Referensi : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/citra-produk-sebuah-perusahaan.html
dihasilkan per-usahaan. Citra produk dibangun agar menjadi postitif di
mata publik, baik publik yang telah menggunakan produk itu maupun potensial customer
yang hendak dibidik agar mengkon-sumsi produk tersebut. Manakala citra
suatu merek produk telah menancap dalam pikiran konsumen, maka pada
saat dia mempunyai rencana untuk membeli barang sejenis produk tersebut
, yang pertama kali muncul dalam ingatan adalah merek produk yang sudah
tertancap di pikirannya . Sehingga secara reflek mereka membelinya.
Produsen sabun menggunakan bin-tang-bintang film
terkenal yang cantik untuk mempromosikan produknya. Harapannya adalah
publik mempersepsikan sabun pro-duknya dikonsumsi oleh bintang-bintang
film itu. produsen jamu menggunakan seorang
tokoh intelektual terkenal untuk mencitrakan konsumen penggunanya.
Produsen pelumas mempergunakan figur pembalap mobil formula sebagai
ikon untuk membagun citra produknya.
Pada era kompetisi semua perusahaan berlomba-lomba membangun
citra produknya. Sekali citra produk mengalami kecelakaan tergelincir
jatuh maka diperlukan ‘perjuangan’’ yang jauh lebih mahal untuk
mengangkatnya kembali. Kecelakaan bisa disebabkan dari dalam maupun
serangan dari luar. Beberapa minggu yang lalu ketika sebuah LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) mengeluarkan hasil penelitiannya bahwa
banyak minuman isotonik pengganti ion tubuh yang beredar di
Indonesia mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, maka
ramai-ramailah perusa-haan penghasil minuman isotonik itu pasang iklan
besar-besar di media massa untuk ”mela-wan” dan meyakinkan publik bahwa produk-nya aman untuk dikonsumsi.
Iklan untuk Mempertahankan atau Memperbaiki Citra Produk
setelah sedikit memahami tentang bagaimana dan sejauhmana efek iklan bekerja,
maka pembahasan kali ini seputar iklan yang berguna untuk
mempertahankan atau bahkan memperbaiki citra produk. Mengapa hal itu
perlu diperhatikan, sebab citra merupakan salah satu faktor keberhasilan sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya, baik berupa barang maupun jasa.
Kita tentu masih ingat kasus yang menimpa sebuah produk biskuit, yang
pernah menjadi berita besar. Dimana biskuit yang sebenarnya cukup
dikenal masyarakat itu, diduga pernah tercemar oleh bahan berbahaya
(racun). Bahkan ada sejumlah korban yang harus dilarikan ke rumah
sakit, lantaran mengkonsumsi makanan tersebut. Untungnya pemerintah
segera melakukan tindakan, supaya dampak yang ditimbulkan tidak makin
meluas. Antara lain menghentikan sementara proses produksi di
perusahaan pembuat biskuit ini.
Melihat kasus itu, maka setelah sekian tahun lamanya, jelas produsen
biskuit yang sempat bermasalah tersebut tidak mendapat kepercayaan
konsumen. Karena masyarakat masih takut, jika memakan biskuit ini maka
akan keracunan. Upaya yang harus dilakukan, antara lain menerapkan
strategi promosi yang lebih intens dibanding sebelumnya. Dengan harapan
mampu menumbuhkan kembali kepercayaan konsumen, agar mau mengkonsumsi
produk yang dihasilkan. Apabila produsen biskuit tersebut tidak mau
berusaha memperbaiki citra produknya, maka lama-kelamaan konsumen akan
meninggalkannya. Apalagi belakangan muncul produk sejenis, tentunya
dengan kualitas lebih bagus, harga bersaing, kemasan menarik, kandungan
mineral atau vitamin yang banyak dan sebagainya.
Terlepas dari
contoh di atas, sebenarnya iklan memang dapat dipakai untuk
mempertahankan atau memperbaiki citra produk, atau bahkan perusahaan
itu sendiri. Tidak hanya sekadar memperkenalkan (launching) produk
baru, baik barang maupun jasa. Karena yang melihat citra produk bagus
atau tidak bukanlah produsen, tapi justru konsumen atau masyarakat yang
menjadi target group (market) produk tersebut. Seandainya sebuah produk
baik, maka produsen sudah memiliki satu poin supaya konsumen tertarik
membelinya. Kemudian baru pertimbangan harga, perbandingan dengan
produk sejenis, manfaat, kemasan dan lain-lain. Namun sebaliknya, jika
sebuah produk sudah dicap jelek apalagi “bermasalah,” maka konsumen
perlahan-lahan akan menjauhinya. Sehingga jangan kaget jika produk itu
tidak laku di pasaran.
Di sisi lain, pemasangan iklan sebuah produk
hendaknya disesuaikan dengan media massanya. Misal, produk kecantikan
dan alat-alat rumah tangga sangat tepat dimuat di majalah khusus
wanita. Namun demikian, media massa cetak lokal pun sebenarnya bisa
dipakai, tapi dalam salah satu halamannya harus ada berita yang memuat
kehidupan atau tren wanita masa kini. Artinya, segmentasi pasar dengan
target group yang ingin dicapai oleh produsen benar-benar tepat sasaran.
Referensi : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/citra-produk-sebuah-perusahaan.html
Langganan:
Postingan (Atom)